Menguji Kesabaran di Pendakian Gunung Kerinci

Siapa yang tidak kenal gunung Kerinci, yap gunung berapi paling tinggi di Indonesia ini akhirnya saya kunjungi di pertengahan September 2017 lalu. Kerinci terletak di provinsi Jambi, tepatnya di desa kayu Aro, kersik tuo. Ini post pertama saya tentang gunung di blog, semoga berfaedah.

Mendaki gunung Kerinci adalah salah satu bucket list saya, yang akhirnya bisa terwujud di tahun ini. Saya sering mendaki gunung di weekend, namun kali ini spesial. Saya akan cuti lama untuk mendaki gunung primadona ini. Perjalanan kali ini kami berangkat bertujuh; saya, ranggita, hadi, rizka, bang ape, reza, dan reyza (pake y. Penting kan. )


Tanggal 16 september 2017 pagi hari kami berangkat ke padang dari cengkareng. Perjalanan udara kami tempuh 1.5 jam. Pukul 7.30 pagi kami sudah sampai di bandara minangkabau Padang. Mengapa tidak menggunakan pesawat ke jambi? Karena lebih dekat dari bandara padang. Jaraknya 8 jam saja dari bandara padang. Sedangkan jika dari bandara jambi, bisa sampai 15 jaman. Saat itu kami ber 6 menunggu dijemput travel. Reza menyusul dikarenakan beda jadwal pesawat.

Jam 8 pas, kami berangkat dari bandara ke kersik tuo. Mobil kami apv. Untuk kami ber 6 yang masing-masing membawa keril besar, mobil tersebut cukup padat. Namun masih nyaman untuk perjalanan 8 jam kedepan. Biaya 1 apv ini dari padang ke kersik tuo adalah 800 ribu. 

Jam 5 sore kami sampai di kersik tuo. Kami langsung menuju homestay yang sudah kami booking sebelumnya. Namanya homestay paiman. 5 menit jalan kaki dari tugu harimau. Homestay ini cozy banget. View gunung kerinci dari homestay ini bikin mata ngga bosan-bosanya nongkrong ke jendela. Sore hingga malam kami bertemu dengan porter kami, bang odie lalu segera mempersiapkan logistik dan brief kecil mengenai perjalanan besok. Pack barang yang dibutuhkan, barang yang tidak perlu di bawa bisa dititipkan di homestay.

Pukul 5 subuh saya bangun (dibangunkan tepatnya.he) untuk solat subuh dan segera bersiap. Mengapa sepagi mungkin? Salah satu faktornya adalah agar sampai tempat camp tidak terlalu malam, karena ada 1 cewek di rombongan ini. Yaitu saya.. Ya spare waktu buat saya ambil nafas. Nggak seperti abang-abang lain yang nafas kijang. Haha.

Pukul 6 kami sarapan dan 6.30 loading barang ke mobil angkutan. Mobil kijang ini yang akan mengantar kita dari homestay ke pintu rimba. Perjalanan dari homestay ke pintu rimba ditempuh dengan waktu 15 menitan. Jalanan tersebut sebagian besar berbatu dan tanah. Sebelum pintu rimba, ada pos untuk mendaftar simaksi. Pukul 8 tepat kami mulai mendaki. Pendakian ini kami berangkat 9 orang. Kami bertujuh ditambah bang odie sebagai guide dan porter plus keponakan bang odie, angga yang masih SMA ikut juga.

Urutan pendakian di gunung kerinci ini adalah pintu rimba, pos 1, pos 2, pos 3, shelter 1, shelter 2, shelter 3, tugu yudha, dan terakhir puncak indrapura. Untuk camp terakhir, maksimal adalah shelter 3. Karena setelah shelter 3, kebanyakan adalah tanah terbuka, terjal, dan berbatu. Sedangkan tugu yudha sendiri adalah area datar cukup luas yang berbatu diantara shelter 3 dan puncak indrapura.

Di pintu rimba kami berfoto bersama, lalu mulai bergerak mendaki. Sebelum pos 1 kami bertemu (sepertinya) fotografer mancanegara bersama guide dan porternya yang sedang hunting foto burung. Saat kami mendekat, terkadang burung terkaget dan pergi, dibarengi dengan wajah kecewa si fotografer. Karena tidak ingin mengganggu sesi foto tersebut, kami melangkah mengendap-endap. Lucu sekali... Saat berpapasan dengan si fotografer, salah satu dari kami bertanya, "hunting burung apa pak?", namun tidak ada jawaban dari dia, dan hanya fokus menatap burung di atas. "dia ga bisa bahasa indo mas..", saut seorang guidenya. Owalah... Langsung saja saat itu kita percepat langkah agar menjauhi area huntingnya.


Sampai di pos 1 pukul 9. 1 jam perjalanan dari pintu rimba. Bagi saya yang seorang perempuan sendiri, perjalanan ke pos satu masih dapat mengimbangi mereka para cowok-cowok. Kami beristirahat di pos 1 sekitar 5 menit. Lalu kami melanjutkan perjalanan ke pos 2. Sampai di pos 2 pukul 10. Di sini saya sudah mulai ketinggalan rombongan. Namun kalau saya prinsipnya, saya ditinggal tidak apa2, asal setiap pos tunggu saya muncul dulu baru mereka bisa berangkat duluan lagi. Karena ritme mendaki tiap orang pasti berbeda. Saya tipe yang tidak butuh istirahat lama di tiap pos. Cukup berdiri diam sejenak, 1 menit, lalu berangkat lagi. Jadi setiap pos, saya selaly datang paling lambat, namun berangkat paling duluan (agar jika di susul, jaraknya tidak terlalu jauh).


Kami sampai di pos 3 pukul 10.30. Menurut sang porter rombongan kami termasuk cukup cepat, dalam 2.5 jam sudah sampai pos 3. Tidak istirahat lama2 lagi, kami mepanjutkan perjalanan ke shelter 1. Jarak dari pos 3 ke shelter 1 sekitar 1 jam. Pukul 11.30. Shelter 1 merupakan tempat paling luas menurut saya untuk membuka tenda. Ketinggian sudah mencapai 2400an mdpl, suasana sudah sejuk dan ada pohon besar.

Kami berencana istirahat siang di shelter 1. Buka bekal makanan, sholat, dan persiapan ulang. Kami langsung melahap bekal yang kami persiapkan dari bawah. Inilah nikmatnya naik gunung. Setiap suapnya sungguh nikmat tiada tara. Setelah selesai makan, kami santai sejenak sembari menunggu waktu dhuhur tiba. Pukul 12.30 kami shalat bergantian. Beralaskan matras dan wudhu dengan mata air yang diambilkan oleh bang Odie. Saat akan berangkat mendaki, mulai banyak pendaki-pendaki lain berdatangan. Kebanyakan adalah dari Malaysia dan Singapore. Ya, terkadang saat menanjak, kami bertanya "shelter 2 masih jauh mas?".. "sikit lagi laa.."


Pukul 13.00 perjalanan kami lanjutkan menuju shelter 2. Menurut saya, shelter 1 ke shelter 2 adalah jarak terjauh yang kami tempuh. Saya selalu paling belakang walau jarang berhenti. Treknya sudah mulai terjal. Terkadang sudah harus dibantu teman untuk naik dari satu akar ke akar lainnya. Alhamdulillah walau hujan, curahnya tidak deras. Hanya kabut pecah. Sehingga tidak sampai membuat trek begitu licin, meskipun lumpur sudah mulai melahap sepatu kami. Di shelter 2 bayangan (antara shelter 1 dan shelter 2) kami berhenti lagi untuk beristirahat dan makan snack. Waktu tempuh dari shelter 1 ke shelter 2 bayangan kira-kira 2,5 jam. Di sini matahari sore mulai terlihat. Kabut mulai menghilang. Ketinggian berada di 2900 an Mdpl.

Sudah cukup mengisi energi, kami lanjut ke shelter 2. Sampai shelter 2 pukul 16.00 sore. Jaraknya setengah jam dari shelter bayangan. Karena masih ada tenaga, kami berencana langsung lanjut ke shelter 3. Namun setelah berunding, akhirnya kami membuka tenda di shelter 2. Ada beberapa faktor yang membuat kami camp di shelter 2. Pertama adalah info dari pendaki yang turun, cuaca dari kemarin tidak bersahabat, karena kontur shelter 3 adalah area cukup luas tanpa pohon, ditakutkan, badai akan memporak porandakan tenda kami. Kedua, trek dari shelter 2 ke 3 cukup melelahkan, ditakutkan, baru akan sampai setelah matahari terbenam. Yap, akhirnya kami buka tenda di shelter 2.


Di shelter 2 kira-kira dapat memuat 10 hingga 15 tenda. Kami membuka 3 tenda saling berhapadan lalu memasang flysheet sebagai teras tengah. Kegiatan selanjutnya adalah masak, makan, persiapkan summit, dan leyeh-leyeh. Haha.. Nikmat sekali nge teh dan ngopi sembari melihat lukisan langit saat matahari terbenam. Surga.

Makan malam kami santap bersama. Lalu kami shalat dan main ludo bersama. Haha.

Pukul 3 kami dibangunkan oleh bang hadi. Panggilan bangunnya selalu kami saut. Namun ujung-ujungnya bangun jam 4 juga. Haha. Rencana awal adalah kami berangkat pukul set 4. Mengincar summit jam 6 sudah di puncak. Namun kalau saya tidak ngoyo, karena cewek, asal sampai puncak, sudah cukup. Akhirnya pukul 4.30 pagi kami berangkat. Infonya perjalanan summit adalah 3 jam. Sehingga akan sampai sekitar pukul 7.30 pagi.


5 langkah pertama dari shelter 2 menujiu shelter 3 di pagi hari adalah langkah terberat saya. Menurut saya trek dari shelter 2 ke shelter 3 adalah yang paling menguras tenaga. Jarak Ketinggian tiap tumpuannya sangat tinggi. Kata orang-orang trek jidat ketemu dengkul. Haha... Nafas dan jantung saya dipacu di udara dan oksigen yang cukup tipis. Ditambah treknya yang dasyat. Detak jantung saya selalu terdengar hingga telinga. Hahaha karena jalannya yang sempit dan terjal, saya seringkali membuat antrian teman-teman yang lain. Sehingga jika ada area cukup lebar, saya persilahkan mereka untuk menyusul. Pukul 5.30 kami sampai di shelter 3. Kami beristirahat dan shalat di shelter 3.


Di sana kami bertemu seorang porter lokal yang menyarankan agar kami melihat sunrise dari shelter ini. Menurutnya, kerinci sedang pada cuaca terbaiknya hari itu. Kami pun kegirangan bersyukur menantikan sunrise di shelter 3.


Saya izin pamit duluan berangkat duluan agar tidak terlambat sampai di puncak walau disusul. Dari shelter 3, tugu yudha sudah cukup terlihat. Sudah tidak ada pepohonan tinggi yang menutupi. Cuacanya juga cukup bersih. Sekitar pukul 6an, orang-orang riuh ramai. Ternyata sang surya sudah mulai menampakkan kegagahannya.



Saya bersama teman-teman tidak henti-hentinya menyebut nama Allah dan bersyukur dapat menyaksikan salah satu karyaNya. Sosok matahari yang muncul dari danau gunung tujuh, memberikam siluet ketegasan, dipadu dengan awan tipis yang berhembus halus. Lalu di sisi berlawanan, terlihat guratan pedesaan mulai terlihat diselimuti gulungan selimut awan tipis. What a perfect morning. Di sini kami berhenti cukup lama. Lama sekali malah... Karena pemandangan di belakang kami sunggu-sungguh bikin lupa waktu.


Setelah puas berfoto-foto dan berdecak kagum, kami melanjutkan perjalanan. Menuju tugu yudha, asap belerang dan kabut mulai turun. Angin juga mulai berhembus cukup kencang. Saya merapatkan kupluk jaket saya. Tidak lupa masker yang dibasahi air agar kandungan belerang tidak langsung masuk ke hidung. Terkadang saat kabut putih pekat melintas, para pendaki serempak membalikkan badan atau berlindung di balik batu/tebing kecil. Yang penting ngumpet. "gasnya bisa bikin pingsan ki. Maskernya basahin..!" ujar teman saya dari kejauhan samar-samar. Karena memang jarak pandang tidak sampai 2 meter. Kami merangkak, merayap, menyeret dengkul dari batu ke batu. Tidak karuan. Dibarengi dengan nafas yang sesak karena oksigen cukup tipis dan belerang yang beracun.


 Jarak pandang yang pendek pun menjadi penambah petualangan kami saat summit. Sesekali saya berhenti untuk minum, namun saya muntahkan lagi dikarenakan saya lebih butuh oksigen dari pada menelan air. Ya.. Memang segitunya. Oksigen di sana sangat tipis.  Ada saat-saat dimana tidak ada kandungan area di beberapa spot yang mengakibatkan pendaki seperti tercekik beberapa saat. Seperti saya. Berkali-kali saya menghirup udara, namun tercekat, larena yang saya hirup belerang bukan oksigen.


Saya mulai tertinggal. Sepertinya tidak jauh, namun karena jarak pandang tipis, jadi seperti berjalan sendiri. Dari semua rombonganpun, sepertinya saya yang terakhir. Saya sudah tidak dapat melihat teman saya saat itu, namun kami selalu bersautan menandakan keberadaan kami. Sesekali jika kabut hilang dihembus angin beberapa detik, saya melihat kompas di jam tangan jikalau saya hilang arah ke puncak. Karena kami tidak tau sampai kapan kabut ini akan menyelimuti perjalanan summit kami.

Pukul 8.30 saya sampai di puncak indrapura. Tidak seperti puncak gunung lain, puncak indrapura gunung kerinci memberikan aura tersendiri bagi saya. Sampai di atas cuaca cerah, terlihat jelas guratan gagah gunung kerinci dari atas. Saya terdiam cukup lama. Memang karena takjub, menikmati megahnya alam, dan cukup gemetar untuk jalan. Haha... Karena puncaknya cukup kecil. Tidak sekecil puncak sejati gunung raung, namun lebih sempit daripada puncak gunung slamet. Di atas kami berfoto dan melihat pemandangan. Terkadang jika kabut berhembus, kami tiarap agar tidak kebawa angin. Haha... Karena angin bertiup cukup kencang.



Setengah jam diatas cukup bagi kami untuk menikmati indahnya pemandangan di puncak. Kami segera turun. Sampai di camp, tanpa Babibu, kami tidur untuk mengembalikan energi. Bangun sekitar siang menjelang sore, kami segera makan. Makan paling nikmat. Memang di gunung itu cuma ada 2 rasa makanan. Nikmat dan nikmat banget. Ada pendaki lain yang baru mulai camp. Mereka berdua mendaki setelah kami. Salah satu namanya bang Agus dari kalimantan. Kisah kami sama bang Agus ini sangat lucu. Kami selalu bertemu secara kebetulan di berbagai tempat berbeda. Mulai dari home stay,
pendakian, rest area kerinci-padang, bahkan sampai di kota padang yang begitu luas, setelah selesai pendakian bahkan, kami masih dipertemukan dengan mereka lagi. Haha... "kayak pilem dono aja ketemu mulu.." canda kami. "pamitan mulu yang ada... ", hahaha... Namun kami senang karena menambah teman perjalanan di pendakian-pendakian berikutnya nanti.


Kembali ke pendakian, hari itu kami sepakat untuk camp semalam lagi, baru esok paginya turun. Sore ke malam kami habiskan masak-masak (menghabiskan logistik), ngobrol, main ludo (again), bakar api unggun, dan lain-lain. Saat itu saya baru merasakan yang namanya naik gunung yang hakiki. Halah...

Keesokan harinya pukul 8 kami bersiap untuk turun. Sedangkan tenda bang Agus sudah kosong karena mereka sedang summit. Jam 10 kami start dari shelter 2 menuju shelter 1. Hanya butuh 1 jam, kami sudah sampai di shelter 1. Kami membuka perbekalan terakhir untuk makan siang. Sisa logistik kami habiskan semua. Pesta besar. Tentu saja yang masak koki handal kami, bang odie.

Pukul 12 kami melanjutkan perjalan kembali. Kali ini saya memilih menjadi yang duluan jalan kembali agar jika kesusul tidak terlalu jauh. Alhamdulillah masih bisa menyamai ritme, jadi nggak kesusul-susul. Haha. Pukul 14.00 kami sampai di pintu rimba langsung menuju warung untuk beli gorengan. (teteup).

Total perjalanan kami adalah sebagai berikut:

Naik
Pintu rimba - pos 1= 1 jam
Pos 1 - pos 2 = 1 jam
Pos 2 - pos 3 = 0.5 jam
Pos 3 - shelter 1 = 1 jam
Shelter 1 - shelter 2 = 3 jam
Total naik 6.5 jam (jika tanpa istirahat)

Turun
Shelter 2 - shelter 1 = 1 jam
Shelter 1 - pintu rimba = 2 jam
Total turun 3 jam (jika tanpa istirahat)

Summit 3 jam dari shelter 2 (tanpa istirahat)

Kami dijemput oleh mobil kijang jemputan setelag 1 jam menunggu dikarenakan mobilnya lagi dicuci dulu katanya. Hihi. Perjalanan ke home stay kami lalui dengan perasaan puas dan syukur. Terkadang menengok ke belakang betapa gagahnya gunung Kerinci yang kami lalui kemarin.


Gunung kerinci merupakan gunung yang adem menurut saya. Ya karena kemarin cuacanya tidak sedasyat yang dikhawatirkan orang-orang. Sangat bersyukur atas pendakian ini. Dan terima kasih bang Odie dan Angga. Juga kawan-kan yang bertemu di perjalanan. Semoga bisa bertemu lagi di pendakian berikutnya.

Salam lestari. 

Comments